Jumat, 30 September 2016

Aku senang kau menyebutku puitis
Aku juga senang kau memanggilku pujangga
Apalagi kau katakan aku romantis
Tapi yang paling aku ingin adalah
Kapan kau siap memanggiku suami?
"Ini tersedakku yang entah keberapa kali untuk hari ini. Berhenti memanggil atau menyebut namaku. Meski itu kau lakukan bukan mengarah kepadaku." Kata orang-orang yang bernama Indah berbarengan.
Aku yang ingin menemuimu
Bermodalkan keberanian bak sebatang pohon yang menantang angin
Mempunyai cinta tulus seperti pantai yang menanti ombak datang
Juga keikhlasan jikalau kamu hilang seperti embun ketika mentari membumbung tinggi

Aku rindu senyum itu
Senyum yang mengindahkan mimpiku
Senyum yang ku rasa akan abadi
Senyum yang ingin aku miliki

Kamis, 15 September 2016

"Maafkan aku yang tidak selalu ingat padamu. Hanya sesekali aku mengingatmu, bahkan sangat jarang. Setidaknya aku membutuhkanmu di kala hujan, lalu kamu kemana? Tidak ada."  Seorang gadis pada bakwan jagung di depannya.

Selasa, 13 September 2016

"Aku tak pernah meminta banyak dari kau. Tapi kau selalu hadir seakan berkata bahwa kau bisa berikan banyak untuk ku. Lalu? Kau pergi. Dan terus berulang. Dan juga, betapa tololnya aku masih aja percaya. Oh! Cinta memang brengsek!". Audi pada seorang pria berbadan tambun.

"Oh man, betapa bodohnya aku masih aja percaya pada wanita itu. Aku seperti layangan dibuatnya, diterbangin tinggi lalu diputusin." Omongan di pos ronda.

"Kalian jadikan aku tempat bersandar, tapi kemana kalian waktu aku perlu bahu?", Bahu Jalan simpang jalan.

Haha

Haha. Kenapa aku ketawa? Aku ketawa karena aku kali ini sebenarnya gak tau mau nulis apa, tapi pengen nulis aja. Bukannya aku gak ada ide, karena rasanya terlalu banyak, aku gak tau harus mulai dari mana, jadi aku simpan sendiri aja. Aku juga ketawa karena aku rasanya lucu aja, gak tau lucu apa, tapi lucu aja. Kayak ngetawain keadaan gitu lah. Haha. Ketawa lagi

Sabtu, 03 September 2016

Malam Bulan Purnama

Bukan tanpa alasan aku menulis ini.
Aku ingin cerita tentang kekasihku yang meninggalkanku setahun yang lalu.
Ia pergi ke dunia lain.
Aku yakin tempat yang lebih baik.
Setidaknya itulah yang disampaikannya dalam mimpiku semalam.

Aku disuruh menunggu dipinggir sungai ini.
Jika aku ingin bertemu dengannya.
Tepat pukul 12 malam.
Tepat bulan purnama di atas kepalaku.

Benar ia datang.
Menggunakan dress putih panjang.
Rambutnya sepinggang terurai.
Ia menghampiriku.

Lalu ku terbang tinggi bersamanya.
Sangat tinggi hingga aku merasa dingin.
Jari-jariku bagai tak terasa lagi.
Aku terbang semakin tinggi.

"Tempat apakah ini?" Ku tanya.

"Inilah yang ku katakan tempat yang lebih baik". Jawabnya.

Jauh di bawah sana, tampak jasad yang tak asing bagiku sedang tergeletak dan dikerumuni orang banyak.

Sejak Kau Pergi Kemarin

Kota ini sepi rasanya.
Orang-orang tampak tak bersemangat.
Riuh itu menghilang.
Sejak kau pergi kemarin.

Kota ini diselimuti awan mendung.
Gelap jauh dari sinar matahari.
Matahari pun nampak murung.
Katanya karena kau tak ganggu dia lagi.
Sejak kau pergi kemarin.

Lantas aku?
Kau tanya tentang aku?
Ku pikir tidak.
Tapi anggaplah iya.
Aku tak banyak berubah.
Masih menulis tentang kau.
Sejak kau pergi kemarin.

Kau...

Aku belum pernah lihat mata secerah itu.
Dua pasang bola mata itu menatapku sangat tajam.
Aku terkagum.
Seperti aku lihat hamparan ombak pantai.

Aku ingin miliki sepasang mata itu.
Bukan untuk ku pakai.
Tapi untuk ke tatap.
Sebelum ku tidur.
Ataupun setelah ku bangun.

Izinkan aku memilikinya.
Sepaket dengan kau juga.
Kalau matanya saja indah.
Tentu pemiliknya jauh lebih indah.

Aku ingin ajak kau ke tempat paling romantis.
Dimana? Paris?
Aku kemana aja, asal sama kau.
Tapi jangan jauh-jauh, aku mabuk udara.

Jumat, 02 September 2016

"Sebelum aku mati di kehidupanku yang lama, aku sangat sedih dan takut. Kini, aku dihidupkan kembali dengan bentuk yang baru. Aku lebih bisa melihat senyuman dan air mata bahagia manusia lebih dekat. Siapapun, terima kasih telah membuat kematianku tidak sia-sia." Lembaran  kertas dalam buku yang terdapat stempel pustaka.

"Lucunya, aku bisa-bisanya selalu rindu kau. Padahal kau juga bisa-bisanya dengan gampang ninggalin aku." Pohon kelapa pada angin laut.

"Tak perlu kau selalu mencintaiku, cukup kau selalu ada di bumi. Cukup bagiku." Dilan, 1991.

"Aku tak berharap kau baca semua tulisanku, tapi cobalah kau dengar suara hatiku." Seseorang dengan kopinya.

"Aku ingin menjadi sebuah gelembung. Elastis. Agar kau bisa masuk di dalamnya, ku dekap, dan tak bisa pergi lagi.", Seseorang dari dalam gua.