Ketika kau jatuh cinta,
Ia seperti bumi yang berotasi tepat di uluh hatimu,
Berevolusi memutari pikiran,
Disertai getaran gempa kecil di seluruh tubuhmu,
Ketika kau jatuh cinta,
Seluruh bunga bermekaran,
Berwarna merah jambu,
Ditengah padang rumput hijau,
Ketika kau jatuh cinta,
Kau lupa kata "kehilangan" ada di kamus,
Kata "past" hilang seketika,
Kau terus berbicara soal "present" dan "future",
Ketika kau jatuh cinta,
Ada sesuatu yang berubah,
Terus berubah,
Dan akan kembali ketika semua berakhir.
Jumat, 30 Mei 2014
Tapi Aku Tak Gila
Aku memang bicara pada dinding,
Berbisik pada pasir,
Atau bernyanyi bersama hujan,
Tapi aku tak gila,
Aku memang berjalan di atas pelangi,
Atau terbang bersama kupu-kupu,
Dan aku menggantung bersama burung kertas,
Tapi aku tak gila,
Aku hanya membuat dunia sendiri,
Ketika dunia nyata tidak selalu berpihak padaku,
Aku sering pergi ke duniaku,
Disana aku berbuat sesuka hatiku,
Berbuat apa saja yang tak bisa di dunia nyata,
Tapi aku tak gila,
Tapi aku paling suka ketika aku berdoa diatas sajadahku,
Berdoa dalam sujudku,
Dan aku sungguh tak gila,
Aku bukan sedang berdoa pada lantai,
Tuhan memang tak tampak,
Tapi Ia ada, kan?
Ya aku berdoa pada-Nya,
Kita hanya harus percaya,
Karena tak semua hal bisa dijangkau oleh tangan,
Dan tak semua hal bisa masuk dalam logika otak,
Dan aku tak sedang bergurau,
Apalagi sedang gila.
Berbisik pada pasir,
Atau bernyanyi bersama hujan,
Tapi aku tak gila,
Aku memang berjalan di atas pelangi,
Atau terbang bersama kupu-kupu,
Dan aku menggantung bersama burung kertas,
Tapi aku tak gila,
Aku hanya membuat dunia sendiri,
Ketika dunia nyata tidak selalu berpihak padaku,
Aku sering pergi ke duniaku,
Disana aku berbuat sesuka hatiku,
Berbuat apa saja yang tak bisa di dunia nyata,
Tapi aku tak gila,
Tapi aku paling suka ketika aku berdoa diatas sajadahku,
Berdoa dalam sujudku,
Dan aku sungguh tak gila,
Aku bukan sedang berdoa pada lantai,
Tuhan memang tak tampak,
Tapi Ia ada, kan?
Ya aku berdoa pada-Nya,
Kita hanya harus percaya,
Karena tak semua hal bisa dijangkau oleh tangan,
Dan tak semua hal bisa masuk dalam logika otak,
Dan aku tak sedang bergurau,
Apalagi sedang gila.
Nyanyian Hujan
Terkadang ia bernyanyi lembut,
Menyejukkan hati,
Meneduhkan jiwa,
Mengantar ku menuju alam mimpi,
Terkadang ia menaikkan nada nyanyiannya,
Menjadi jawaban dari dahaga sang bumi,
Menjadi jawaban dari doa dedaunan yang mulai kekurangan air,
Menjadi jawaban dari nyanyian si katak dan si jangkrik,
Yang merindukan nyanyian hujan di malam hari,
Namun terkadang nyanyiannya sungguh keras,
Menggelegar seperti memecahkan langit,
Semua takut,
Semua sembunyi,
Apakah kau marah, hujan?
Aku rasa tidak,
Tidak mungkin kau marah pada kami,
Kembalilah bernyanyi seperti biasa,
Menjadi nyanyian alami penghantar tidur kami.
Menyejukkan hati,
Meneduhkan jiwa,
Mengantar ku menuju alam mimpi,
Terkadang ia menaikkan nada nyanyiannya,
Menjadi jawaban dari dahaga sang bumi,
Menjadi jawaban dari doa dedaunan yang mulai kekurangan air,
Menjadi jawaban dari nyanyian si katak dan si jangkrik,
Yang merindukan nyanyian hujan di malam hari,
Namun terkadang nyanyiannya sungguh keras,
Menggelegar seperti memecahkan langit,
Semua takut,
Semua sembunyi,
Apakah kau marah, hujan?
Aku rasa tidak,
Tidak mungkin kau marah pada kami,
Kembalilah bernyanyi seperti biasa,
Menjadi nyanyian alami penghantar tidur kami.
Pasir Ini Berbisik
Pasir ini berbisik,
Berbisik tentang kehidupan,
Seperti tekstur pasir pantai,
Terkadang kuat,
Terkadang rapuh,
Atau terkadang menanjak,
Dan terkadang menurun,
Pasir ini berbisik,
Berbisik tentang cinta,
Bagaimana air laut sedikit demi sedikit,
Mampu memecahkan karang,
Dan bagaimana angin datang dan pergi,
Membawa ombak datang,
Lalu membawanya pergi lagi,
Pasir ini berbisik,
Berbisik tentang hati,
Tentang sebuah keikhlasan,
Bagaimana ia selalu disini,
Terkadang air laut naik,
Terkadang air laut turun,
Pasir ini berbisik,
Karena bahagia itu sungguh sederhana,
Menjadi sebab orang bahagia,
Sebab orang tertawa,
Sumber kebahagiaan,
Menjadi istana,
Memeluk orang-orang,
Inilah kisah si pasir pantai.
Berbisik tentang kehidupan,
Seperti tekstur pasir pantai,
Terkadang kuat,
Terkadang rapuh,
Atau terkadang menanjak,
Dan terkadang menurun,
Pasir ini berbisik,
Berbisik tentang cinta,
Bagaimana air laut sedikit demi sedikit,
Mampu memecahkan karang,
Dan bagaimana angin datang dan pergi,
Membawa ombak datang,
Lalu membawanya pergi lagi,
Pasir ini berbisik,
Berbisik tentang hati,
Tentang sebuah keikhlasan,
Bagaimana ia selalu disini,
Terkadang air laut naik,
Terkadang air laut turun,
Pasir ini berbisik,
Karena bahagia itu sungguh sederhana,
Menjadi sebab orang bahagia,
Sebab orang tertawa,
Sumber kebahagiaan,
Menjadi istana,
Memeluk orang-orang,
Inilah kisah si pasir pantai.
Rabu, 21 Mei 2014
Perbedaan Bukan Berarti Membedakan
Karena dasarnya kita semua sama,
Berasal dari tempat yang sama,
Dilahirkan untuk tujuan yang sama,
Dan diciptakan oleh Dzat yang sama pula,
Hanya kita saja yang saling membedakan,
Warna kulit,
Suku agama,
Ataupun kasta,
Bukankah sangat mudah,
Jika Tuhan sejak awal menciptakan kita semua sama,
Tidak ada yang berbeda,
Mungkin dunia ini seperti langit malam tanpa bulan dan bintang,
Atau langit siang tanpa awan yang melengkung-lengkung,
Namun ironi,
Perbedaan yang harusnya menjadi warna,
Ini malah jadi awal peperangan,
Awal caci maki dan perpecahan,
Saling bunuh sana sini,
Masing-masing kita punya jalannya sendiri menuju Tuhannya,
Atau masing-masing kita dilahirkan di tempat yang berbeda,
Dari ibu yang tak sama,
Harusnya kita sadar dan mulai saling menghargai,
Sudah ada Dia yang selalu memperhatikan kita,
Menilai kita,
Dan menyiapkan tempat yang adil pula bagi kita,
Sesuai bagaimana kita selama menjalani ujian di bumi.
Berasal dari tempat yang sama,
Dilahirkan untuk tujuan yang sama,
Dan diciptakan oleh Dzat yang sama pula,
Hanya kita saja yang saling membedakan,
Warna kulit,
Suku agama,
Ataupun kasta,
Bukankah sangat mudah,
Jika Tuhan sejak awal menciptakan kita semua sama,
Tidak ada yang berbeda,
Mungkin dunia ini seperti langit malam tanpa bulan dan bintang,
Atau langit siang tanpa awan yang melengkung-lengkung,
Namun ironi,
Perbedaan yang harusnya menjadi warna,
Ini malah jadi awal peperangan,
Awal caci maki dan perpecahan,
Saling bunuh sana sini,
Masing-masing kita punya jalannya sendiri menuju Tuhannya,
Atau masing-masing kita dilahirkan di tempat yang berbeda,
Dari ibu yang tak sama,
Harusnya kita sadar dan mulai saling menghargai,
Sudah ada Dia yang selalu memperhatikan kita,
Menilai kita,
Dan menyiapkan tempat yang adil pula bagi kita,
Sesuai bagaimana kita selama menjalani ujian di bumi.
Senin, 12 Mei 2014
Renungan Bunda Tentang Ayah
Oleh: أُسْتَاذُ Firanda Andirja, Lc. MA -حفظه الله تعالى
From: http://seindahcahayahikmah.blogspot.com
Anakku...
Memang ayah tak mengandungmu,
Tapi darahnya mengalir didarahmu,
Namanya melekat dinamamu...
Memang ayah tak melahirkanmu,
Memang ayah tak menyusuimu,
Tapi dari keringatnyalah setiap tetesan yang menjadi air susumu...
Nak...
Ayah memang tak menjagaimu setiap saat,
Tapi tahukah kau dalam do'anya selalu ada namamu disebutnya...
Tangisan ayah mungkin tak pernah kau dengar
Karena dia ingin terlihat kuat,
Agar kau tak ragu untuk berlindung di lengannya,
Dan dadanya ketika kau merasa tak aman...
Pelukan ayahmu mungkin tak sehangat dan seerat bunda,
Karena kecintaannya dia takut tak sanggup melepaskanmu...
Dia ingin kau mandiri,
Agar ketika kami tiada kau sanggup menghadapi semua sendiri...
Bunda hanya ingin kau tahu nak...
Bahwa...
Cinta ayah kepadamu sama besarnya dengan cinta bunda...
Anakku...
Jadi didirinya juga terdapat surga bagimu...
Maka hormati dan sayangi ayahmu...
Apa Itu Mimpi
Mimpi itu seperti pelangi,
Indah dan penuh warna,
Meski harus keluar setelah hujan badai,
Namun ia menjadi jawaban setelahnya,
Mimpi itu seperti kupu-kupu,
Menghiasi langit dengan sayap indahnya,
Tapi lihat sebelumnya,
Ia adalah ulat yang kemudian menjadi kepompong,
Dan mimpi itu seperti harta karun yang tersembunyi di dalam gua,
Butuh perjuangan untuk mencapainya,
Tak mudah,
Tapi dengan usaha semuanya menjadi mungkin,
Maka apa itu mimpi,
Mungkin mimpi itu sesuatu yang indah,
Ya indah di ujung,
Tapi lihat proses menggapainya,
Tak selalu indah bukan?
Tapi percayalah,
Percaya pada mimpi kita,
Dengan usaha berhiaskan doa,
Semua menjadi mungkin.
Indah dan penuh warna,
Meski harus keluar setelah hujan badai,
Namun ia menjadi jawaban setelahnya,
Mimpi itu seperti kupu-kupu,
Menghiasi langit dengan sayap indahnya,
Tapi lihat sebelumnya,
Ia adalah ulat yang kemudian menjadi kepompong,
Dan mimpi itu seperti harta karun yang tersembunyi di dalam gua,
Butuh perjuangan untuk mencapainya,
Tak mudah,
Tapi dengan usaha semuanya menjadi mungkin,
Maka apa itu mimpi,
Mungkin mimpi itu sesuatu yang indah,
Ya indah di ujung,
Tapi lihat proses menggapainya,
Tak selalu indah bukan?
Tapi percayalah,
Percaya pada mimpi kita,
Dengan usaha berhiaskan doa,
Semua menjadi mungkin.
Rabu, 07 Mei 2014
Bunga dan Lebah
Cinta itu seperti bunga,
Indah dan menyenangkan,
Memberi warna bagi dunia,
Namun berduri di tangkainya,
Tidak sembarang orang bisa memetiknya,
Tidak perlu mengeluhkan durinya,
Berjuanglah untuk memetiknya dengan lembut,
Jangan lihat sebagai bunga yang berduri,
Tapi lihatlah duri itu yang berujung bunga yang indah,
Dan kita harus menjadi seperti lebah,
Mengambil sari bunga tanpa merusaknya,
Karena cinta adalah menjaga,
Bukan merusak.
Indah dan menyenangkan,
Memberi warna bagi dunia,
Namun berduri di tangkainya,
Tidak sembarang orang bisa memetiknya,
Tidak perlu mengeluhkan durinya,
Berjuanglah untuk memetiknya dengan lembut,
Jangan lihat sebagai bunga yang berduri,
Tapi lihatlah duri itu yang berujung bunga yang indah,
Dan kita harus menjadi seperti lebah,
Mengambil sari bunga tanpa merusaknya,
Karena cinta adalah menjaga,
Bukan merusak.
Sabtu, 03 Mei 2014
Jangan Pesimis
Namanya kopi ya pahit,
Pahit namun banyak yang suka,
Dengan harga jual yang tinggi,
Padahal pahit,
Mungkin rasa pahit itu tak begitu buruk,
Jika buruk tak mungkin ada,
Ada seribu manfaat di balik kepahitannya,
Jangan menggerutu soal kepahitannya,
Lebih baik nikmati saja,
Jika tetap tak mampu,
Buatlah ia menjadi manis,
Jangan terlalu mudah pesimis,
Terlalu mudah berhenti dan menyerah,
Jika tak mampu menikmati,
Buatlah perubahan lalu nikmati,
Seperti cinta,
Jangan terlalu memvonis buruk tentang cinta,
Tanpa cinta,
Tak mungkin ada manusia di muka bumi,
Adam dan Hawa bersatu karena cinta,
Orang tua kita bersatu juga karena cinta,
Dan kelak akan datang giliran kita,
Jangan berhenti percaya,
Jangan pernah berhenti untuk bersabar,
Ikhlaslah terhadap masa lalu,
Dan bersiaplah untuk masa depan.
Pahit namun banyak yang suka,
Dengan harga jual yang tinggi,
Padahal pahit,
Mungkin rasa pahit itu tak begitu buruk,
Jika buruk tak mungkin ada,
Ada seribu manfaat di balik kepahitannya,
Jangan menggerutu soal kepahitannya,
Lebih baik nikmati saja,
Jika tetap tak mampu,
Buatlah ia menjadi manis,
Jangan terlalu mudah pesimis,
Terlalu mudah berhenti dan menyerah,
Jika tak mampu menikmati,
Buatlah perubahan lalu nikmati,
Seperti cinta,
Jangan terlalu memvonis buruk tentang cinta,
Tanpa cinta,
Tak mungkin ada manusia di muka bumi,
Adam dan Hawa bersatu karena cinta,
Orang tua kita bersatu juga karena cinta,
Dan kelak akan datang giliran kita,
Jangan berhenti percaya,
Jangan pernah berhenti untuk bersabar,
Ikhlaslah terhadap masa lalu,
Dan bersiaplah untuk masa depan.
Yang Paling Mengerti
Setiap orang pernah merasa,
Merasa bahwa tak ada seorang pun yang mengerti,
Tak seorang pun yang paham,
Tentang apa yang kita rasa,
Tentang apa yang kita pikir,
Tentang apa yang kita mau,
Dan semua tentang kita,
Tak adil memang berharap orang lain untuk mengerti,
Mengerti semua hal tentang diri kita,
Sedangkan mungkin kita saja tak mengerti mereka,
Ekspektasi yang terlalu tinggi memang,
Lalu jika orang lain tak mampu mengerti kita,
Siapa lagi yang bisa mengerti,
Ya siapa lagi selain kita sendiri,
Ya kita sendiri lah yang tahu semua hal tentang diri kita,
Kendalikan diri kita,
Jika benar lakukanlah,
Jika salah katakan itu salah,
Jangan pernah berpikir kita sendirian,
Kita tak pernah benar-benar sendiri,
Sujudlah di atas sajadah kita,
Maka kita akan tahu siapa yang selalu ada untuk kita,
Tapi percayalah,
Akan hadir seorang yang paling paham diantara yang lain,
Yang paling mengerti,
Yang paling tahu harus berbuat apa,
Hati ternyaman untuk menjalani hidup,
Bagian dari diri kita,
Bersatu lewat cinta,
Ya dia,
Cinta sejati,
Percayalah akan hadir,
Cepat atau lambat,
Atau bahkan ia ada di sekitar kita.
Merasa bahwa tak ada seorang pun yang mengerti,
Tak seorang pun yang paham,
Tentang apa yang kita rasa,
Tentang apa yang kita pikir,
Tentang apa yang kita mau,
Dan semua tentang kita,
Tak adil memang berharap orang lain untuk mengerti,
Mengerti semua hal tentang diri kita,
Sedangkan mungkin kita saja tak mengerti mereka,
Ekspektasi yang terlalu tinggi memang,
Lalu jika orang lain tak mampu mengerti kita,
Siapa lagi yang bisa mengerti,
Ya siapa lagi selain kita sendiri,
Ya kita sendiri lah yang tahu semua hal tentang diri kita,
Kendalikan diri kita,
Jika benar lakukanlah,
Jika salah katakan itu salah,
Jangan pernah berpikir kita sendirian,
Kita tak pernah benar-benar sendiri,
Sujudlah di atas sajadah kita,
Maka kita akan tahu siapa yang selalu ada untuk kita,
Tapi percayalah,
Akan hadir seorang yang paling paham diantara yang lain,
Yang paling mengerti,
Yang paling tahu harus berbuat apa,
Hati ternyaman untuk menjalani hidup,
Bagian dari diri kita,
Bersatu lewat cinta,
Ya dia,
Cinta sejati,
Percayalah akan hadir,
Cepat atau lambat,
Atau bahkan ia ada di sekitar kita.
Jumat, 02 Mei 2014
Burung Kertas Merah Muda
Berbentuk
burung namun tak terbang,
Seperti
terbelenggu,
Hanya
menggantung,
Dan
menjadi hiasan,
Indah
namun tak bernyawa,
Mungkin
ia merasa,
Namun
apalah daya,
Ia
tak mungkin bisa bergerak tanpa bantuan hembusan angin,
Ia
hanya sebuah burung kertas,
Burung
kertas merah muda,
Yang
tercipta dari lipatan demi lipatan,
Lipatan
sebuah kertas merah muda,
Kertas
merah muda berbentuk persegi,
Mungkin
cinta seperti itu,
Cinta
dapat dirasa,
Namun
terkadang ia tak mampu berbuat banyak,
Dan
akhirnya hanya melihat hati yang tersakiti,
Tersakiti
perlahan,
Lalu
membatu,
Membatu
bak sebuah burung kertas,
Hanya
mengikuti hembusan angin,
Sampai
akhirnya berlabuh di sebuah sangkar yang tepat,
Menghabiskan
waktu disana.
Mata dan Senyum Itu
Aku
yang tak pernah benar-benar berhenti percaya,
Setidaknya
ketika aku melihat mata itu,
Mata
yang memancarkan sinar masa depan,
Mata
yang seakan berkata untuk tidak pergi,
Sulit
percaya lagi setelah semua yang terlewati,
Seperti
meminta gelas kembali sedia kala setelah pecah,
Tapi
berubah setelah aku melihat senyum itu,
Senyum
yang memancarkan cinta,
Aku
kembali percaya,
Percaya
bahwa itu ada,
Iya
itu,
Cinta...
Percayalah
Mungkin
bintang tahu,
Tahu
akan dirinya tak mungkin seterang mentari,Tapi ia tetap di atas sana,
Menghiasi langit untuk sang malam,
Aku
juga tahu,
Mungkin
belum mampu memberikan apapun,Tapi percayakan saja padaku,
Setidaknya
aku berjanji,
Memberi
bahu ternyaman untuk bersandar,
Menjadi
pelindung di kala hujan,
Menjadi
penyejuk di kala panas,
Karena
cinta sesungguhnya sederhana,
Cinta
soal kualitas yang kita bangun,
Karena
mengeluhkan kuantitas hanya menghabiskan waktu,
Lebih
baik kita bersyukur dan jalani berdua,
Kita
bisa,
Sebisa
hati ini bersabar untuk cinta,
Percayalah,
CINTA....
Langganan:
Postingan (Atom)